SOBAT KUANTAN (STORY OF BATANG KUANTAN) Oleh: Yelmi Yuspita Rasi
SOBAT KUANTAN
(STORY OF BATANG KUANTAN)
Oleh: Yelmi Yuspita Rasi
SIJUNJUNG (Sumbarkini.com) - Pada zaman modern
ini tidak banyak masyarakat mengetahui asal usul tempat beliau bernaung, tidak
banyak dari masyarakat mengerti sejarah dan memiliki rasa ingin tau yang tinggi
tentang cerita-cerita sejarah. Seyogyanya sejarah harus disebar luaskan supaya
generasi penerus daerah tersebut menjadi tahu dan apabila mereka tahu maka
tumbuh rasa untuk menjaga nilai-nilai sejarah, zaman boleh berubah yang tidak
boleh berubah adalah sejarah suatu wilayah. Sejarah dapat dibedakan berdasarkan
temanya, Jika dilihat dari temanya sejarah dibedakan menjadi beberapa jenis.
Salah satunya adalah sejarah geografis yang berkaitan dengan geografi. Sejarah
geografi seringkali dihubungkan dengan lokasi peristiwa sejarah.
Cerita sejarah apabila diurutkan dapat dibagi menjadi
4 masa yaitu masa hindia tradisional, masa kolonial, masa kemerdekaan dan masa pasca
kemerdekaan yang pada setiap masa memiliki corak dan identitas tersendiri.
Corak atau identitas itu kemudian meninggalkan bekas sejarah berupa artefak
atau pola kehidupan yang masih dijumpai pada hari ini Peninggalan sejarah yang
berupa kebendaan dikenal sebagai Cagar Budaya (CB) sedangkan yang non kebendaan
disebut sebagai Warisan Budaya tak benda (WBTB). Cagar Budaya itu sendiri masih
dibagi atas Living Monument dan Dead Monumen. Living Monumen bermakna sebagai
monument hidup yang mengalami perubahan
fungsi sesuai relevansinya dengan gaya hidup masa kini dan sebaliknya Dead
Monumen berarti monument yang sejak diciptakan hingga saat ini tidak mengalami
perubahan fungsi dari dulu hingga sekarang.
Kabupaten Sijunjung merupakan salah satu wilayah di
Sumatera Barat yang memiliki cukup banyak cerita sejarah baik sejarah terkait
Minangkabau, penyebaran agama Islam dan peran sertanya dalam perjuangan dimasa
kolonial. Salah satu bagian tempat yang menyimpan banyak cerita sejarah adalah
kawasan di sepanjang Batang Kuantan. Batang Kuantan Terbentang melintasi sepanjang 800 km membela Pulau
Sumatera dari Ombilin hingga Selat Malaka. Melintasi kota, hutan, lembah dari
arah barat mengikuti kemiringan Pulau Sumatera ke arah timur dan menempatkan
Batang Kuantan sebagai 10 sungai terpanjang di Indonesia, terbentuk karena pertemuan
3 aliran sungai Batang Sinamar dari Tanah Datar, Batang Ombilin dari Danau
Singkarak dan Batang Palangki dari Solok. Memiliki banyak anak sungai
diantaranya batang Sumpu, batang Palangki, batang Sukam, batang Kulampi, batang
Paru, dan batang Binuang, sungai Kuantan, sungai Inderagiri.
Konon penamaan Batang
Kuantan didasari karena adanya penyerahan luhak oleh raja kepada pangulu maka diadakanlah kenduri atau pesta
besar-besaran ( oghian gadang bernama durian gadang) selama 7 hari 7 malam sampai-sampai
persediaan alat dan bahan untuk memasak habis. Karena semua tamu kerajaan saat
itu hadir Maka pergilah para dubalang berburu dengan tujuan untuk bertemu
dengan rusa, kijang atau hewan hutan lainnya yang halal untuk dimakan, setelah
melalui perjalanan yang begitu panjang bertemulah dubalang dengan seekor ular
besar, ular tersebut dielo/ditarik bernama Sungai Delo ternyata jejak ular yang
dielo/ditarik tersebut diketahui oleh datuk disebut Datuk Segala Tahu.
sementara ular sudah dimasukkan kedalam kancah berisi santan karena tidak tega
dengan semua masyarakat Nagari Durian Gadang memakan daging ular tersebut, diberitahulah
oleh Datuk ke Sumando si memasak bahwa daging bahwa yang dimasak adalah daging
ular. Timbul keributan antara sumando dengan dubalang dipukul-pukul kayu oleh
Datuk namun tanpa disadari kayu tersebut menghasilkan bunyi, terciptalah sebuah
alat musik tradisional oleh masyarakat
Durian Gadang bernama Talempong. Pertengkaran mereda Sehingga pada akhirnya,
santan yang berlebih tadi dibuang ke sebuah sungai yang berada di daerah
tersebut. Sungai itu dulunya berwarna hijau dan disebut dengan Batang Sinamar.
Tetapi, semenjak peristiwa tadi, yaitu dibuangnya santan ke dalam sungai itu,
maka sungai yang bewarna hijau itu berubah menjadi seperti santan. Sejak itu
nama sungai Batang Sinamar berubah menjadi Batang Kuantan, yaitu buangan kuah
santan.
Cerita-cerita yang beredar dikalangan orang tua-tua di
sepanjang aliran Batang Kuantan yang meninggalkan bekas peninggalan yang dapat
dikategorikan sebagai Living Monumen adalah kisah pelancongan seorang bangsawan sekaligus merupakan
memori kolektif yang tidak bisa dilupakan apalagi
kedatangan tersebut menjadi cikal bakal adanya peninggalan sejarah didaerah
tersebut merupakan bukti kedatangan rombongan Kerajaan Johor
(Malaysia) untuk melakukan kunjungan kepada raja Pagaruyung dalam rangka pengantaran sebuah batu ke Sumpur Kudus. Melalui Rengat –
Lubuk Jambi – Batu Bandang (salah satu wilayah Lubuk Macang) – penyebrang jalan
Paru – Silukah (tepatnya di Malakau Kociak). Tersebutlah karena panas yang
begitu menyengat rombongan berhenti sejenak di Silukah sekaligus melepas penat,
saat mengulang perjalanan menuju Sumpur Kudus batu yang dibawa tidak bisa
diangkat, saat dicoba diangkat 5 orang tidak bisa, 8 orang pun tidak bisa.
Meskipun ukuran batu kecil tapi karena kuasa Allah semuanya bisa terjadi maka
diundang datuk dari Sumpur Kudus, diundang datuk dari Aur lalu berkumpul di
dekat batu dilakukanlah perundingan dengan datuk yang ber 6 yang ada di
Silukah, menghasilkan keputusan akhir batu ditinggal di Silukah dengan membuat
tempat duduk para datuk yang mana datuk yang berenam tepat berada didekat batu
dan diiukuti oleh datuk lainnya atau lebih dikenal dengan nama “Batu
Gadang", hingga saat ini digunakan sebagai tempat berkaul adat bentuk
ungkapan rasa syukur yang diluapkan oleh masyarakat atas berkat Allah SWT atas
hasil panen pertanian yang diberikan karena pada umumnya masyarakat sekitar
bekerja sebagai petani. Selain kerajaan Johor,Kerajaan
Majapahit konon juga melakukan kunjungan kepada kerajaan Pagaruyung.
Batang Kuantan juga telah menjadi
saksi bisu jatuhnya banyak korban Romusha yang terkubur didalamnya, saat itu bumi seakan menangis menyaksikan kejamnya
penjajah, sebelum Jepang masuk, jalur kereta api awal mula dirintis oleh
Belanda, namun setelah mengalami kekalahan mulailah kerja paksa
penjajah Jepang terhadap rakyat Indonesia untuk pembuatan rel kereta api dari
Muaro Sijunjung Kabupaten Sijunjung menuju provinsi Riau yang berjarak lebih
kurang 220 km. Logas yang saat ini masuk
dalam Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten baru di Riau. Pembangunan rel kereta
api yang dibangun Jepang bertujuan agar jalur distribusi logistic dan hasil
bumi ke negeri Jepang lewat laut melalui
Pelabuhan Teluk Bayur menjadi lebih cepat, dengan harapan Jepang lama berkuasa
di Indonesia maka akan digunakan untuk lalu lintas suplai senjata dan hasil
bumi yang ada di Riau untuk dibawa ke Sumatera Tengah. Namun kerja Romusha di
Durian Gadang hanya berlangsung lebih kurang dua tahun 1943-1945, namun ketika lonceng
Jepang menyerah kepada Pasukan Sekutu, maka lokomotif kereta api yang berada di
Durian Gadang ditinggal begitu saja. Lokomotif ini sempat beroperasi selama 6
bulan, semenjak di tinggal Jepang digunakan untuk mengangkut para pekerja
Romusha dari Logas menuju Muaro Sijunjung dan sebaliknya. Para pekerja Romusha
berasal dari pulau Jawa, setelah Jepang kalah mereka menyelamatkan diri
masing-masing dan bahkan ada yang menikah dengan warga setempat. Peninggalan sejarah peristiwa Romusha yang masih
dapat dijumpai adalah Lokomotif Kereta Api sedangkan jalur rel nya telah
berubah fungsi menjadi jalan aspal.
Peristiwa
lain yang terekam dalam sejarah Batang Kuantan adalah runtuhnya bukit Ompangan
pada tahun 1968 menyebabkan aliran Batang Kuantan tertutup sehingga aliran air
Silokek dan Durian Gadang mengecil, dan masyarakat menyaksikan fenomena ini
dengan keheranan, melihat ikan-ikan terlihat
karena air sungai menjadi dangkal namun masyarakat menyadari peristiwa tak
lazim ini mengandung marah bahaya, maka berlari lah masyarakat mencari tempat
ketinggian guna mengantisipasi datangnya galodo yang akan menerjang kampung
mereka, kesadaran masayarakat suatu saat air besar akan datang orang Durian
Gadang menyelamatkan diri pergi ke tanah lapang Ranah Pinjaro Jorong Koto
Mudiak, sementara di daerah mudik air Batang Kuantan merendam sebagian besar
wilayah Muaro hingga konon saat itu gedung kantor bupati hanya tampak atap dan
warga sekitar mengungsi ke daerah ketinggian salah satunya di Bukit Gadang tempat
sekarang “Hotel Bukik Gadang”. Berdiri. Kejadian tidak
berlangsung lama karena pemerintah dengan sigap mencari solusi dengan cara
menembak tumpukan runtuhan dari atas helikopter, penambakan dilakukan secara
bertahap agar aliran air mengalir sedikit demi sedikit sehingga Silokek Durian
Gadang terhindar dari banjir bandang. Peristiwa
ini terekam kuat dalam dalam memori kolektif masyarakat yang hidup disepanjang
Aliran Batang Kuantan.
Sejarah juga mencatat di sungai Batang Kuantan ini juga menjadi
saksi terbaliknya perahu yang ditumpangi Geolog muda asal Belanda dalam ekpedisinya mencari sumber-sumber mineral.
Peristiwa
naasnya yang menimpa Willem Hendrik de Greve dengan terbaliknya perahu kayu yang
ditumpanginya di arus
deras Sungai Batang Kuantan menjadikan
perjalanan itu menjadi perjalanan terakhirnya.
Beliau dimakamkan di Jorong Koto Hilia Nagari Durian Gadang Kecamatan Sijunjung
masyarakat sekitar menyebutnya kuburan Mondugh/Mandor. “Hier rust de mijn
ingenieur W.H. de Greve den 22’’ october 1872 door een onggelekkig toeval
alhier omgekomen R.I.P’’ ( Disini beristirahat dengan tenang insinyur
pertambangan W.H de Greve. Meninggal ditempat ini karena kecelakaan pada 22
oktober 1872). Demikian kalimat yang terukir di nisan de Greve yang saat ini oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Sijunjung telah ditetapkan menjadi Situs
Cagar Budaya.
Selain
memiliki banyak peristiwa sejarah Batang Kuantan merupakan sumber penghidupan masyarakat, kekayaan sumber
daya mineral dan biota air yang begitu
melimpah hal ini ditandai dengan aktifitas
masyarakat yang banyak dilakukan di sungai seperti menambang emas disepanjang aliran sungai dengan menggunakan alat tradisional yang terbuat
dari kayu yang disebut dulang. Aktifitas keseharian masyarakat
di sepanjang sungai ini melahirkan sebuah karya seni sebuah tarian bernama Tari
Mandulang Ameh dari Silokek gerakannya menyerupai cara mendulang emas. Selain
itu geliat kehidupan masyarakat Nagari Muaro yang mencari nafkah dengan cara
menjala ikan di sungai Batang Kuantan juga diaktualisasikan melalui kesenian
tradisi bernama Tari Jalo. Fungsi lain bagi masyarakat yang tinggal di
sepanjang aliran Batang Kuantan selain sebagai jalur transportasi juga sebagai
tempat pelaksanaan acara Turun Mandi dalam
rangka upacara penyambutan lahirnya seorang bayi ke dunia serta memberi
informasi kepada masyarakat sekitar telah ada anggota baru dalam keluarga
tersebut dan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT. Di arah mudiak Batang
Kuantan, tepatnya di Nagari Padang Laweh terdapat juga kisah klasik yang
menjadi Traktat perjanjian dikenal dengan “Sumpah Satiah” bahwa orang Padang
Laweh tidak akan dimangsa oleh harimau sepanjang tidak melanggar norma
kesusilaan dan adat, didasari kisah hanyutnya anak harimau di Batang Kuantan
yang kemudian diselamatkan oleh Datuak Bandaro Bayang, hingga saat ini masih
diwarisi dan dipercayai oleh masyarakat setempat. Seni dan tradisi yang saat ini masih dilestarikan merupakan warisan
budaya tak benda yang dimiliki oleh warga yang hidup dan berinteraksi dengan
sungai Batang Kuantan.
Secara
fisik di sepanjang aliran Batang Kuantan juga memiliki kekayaan geologi, hal
ini dapat dilihat tepat dibawah Jembatan Sangkiamo Nagari Silokek, terdapat
hamparan batuan beku dan batuan Granit yang telah diteliti berusia 250 juta
tahun. Batu Granit adalah salah satu dari jenis batuan beku dalam. Batuan
granit terbentuk melalui pendinginan magma yang terjadi dalam bumi memiliki
sifat asam dan tekstur kasar. Batuan granit berwarna terang seperti abu-abu,
cokelat, atau kemerahan. Batu granit bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan
manusia karena kuat banyak digunakan untuk bahan konstruksi. Kekayaan Flora dan
Fauna di kawasan ini seperti Bunga Anggrek hutan dengan bermacam jenisnya
dijumpai bahkan Anggrek Hitam yang konon hanya dijumpai di Papua juga pernah
ditemukan disini, bermacam spesies burung, kupu-kupu, primata dan hewan air
mendiami kawasan di sepanjang Batang Kuantan ini
Menggali
kembali peristiwa sejarah pada masa lampau bukan hanya untuk menjadi pengingat namun
juga mengajarkan berbagai bentuk pengalaman, sehingga mengetahui sejarah sangat
penting bagi kita agar dapat mengenal akar sejarah dan kita adalah hasil dan
pencapaian dari peristiwa sejarah. Penggali jejak masa lampau menjadi dasar
lahirnya kebijakan dalam memberikan apresiasi dan sikap terhadap berbagai
peninggalan sejarah dan budaya. Memberikan penghargaan sangat dibutuhkan karena
dengan adanya sikap ini dapat meningkatkan kepercayaan kepada masyarakat luas
bahwa peninggalan tersebut memiliki nilai sejarah yang begitu besar, pelestarian
peninggalan sejarah harus melibatkan masyarakat setempat dalam menjaga dan
merawat serta keterlibatan pemerintah daerah dalam membuat undang-undang daerah
tentang pelestarian peninggalan sejarah. Peninggalan sejarah juga dikelola
secara berkelanjutan, sehingga dapat memberikan informasi bagi pengunjung dan
meninggatkan perekonomian bagi masyarakat.
Batang Kuantan hari ini merupakan salah satu bagian
penting dari keelokan Kawasan utama Geopark Ranah Minang Silokek, sungai yang
membelah Bukit Barisan sehingga mengekpos lapisan perut bumi ditepi kiri kanan
sungai, memunculkan beragam jenis bebatuan purba dan menyimpan kekayaan hayati
menjadikan kawasan ini menjadi pusat kunjungan ditambah lagi Batang Kuantan
juga menjadi salah satu venue tempat dilaksanakannya olahraga Arung Jeram bahkan kegiatan kompetisi tingkat Internasional yang diikuti oleh tim lokal dan
mancanegara pernah diselenggarakan di arus yang deras,
jeram yang curam dengan tingkat kesulitan mencapai level 5 ini.
Batang Kuantan dengan segala potensi yang terdapat didalamnya memang membutuhkan
perhatian dari semua pihak. Banyaknya peninggalan sejarah dan budaya perlu
dipelihara dan dilestarikan sehingga peninggalan sejarah tersebut nantinya
mampu bercerita sesuai dengan perjalanan waktu. Sebagai kawasan yang memiliki
banyak tinggalan sejarah membutuhkan pengayoman dan dijadikan sebagai asset
daerah karena merupakan ciri suatu
daerah yang dapat dikembangka menjadi salah satu destinasi wisata edukasi yang
dapat menunjang promosi daerah. Peninggalan sejarah tentunya bermanfaat untuk dipelajari
baik dari sisi historis, nilai sosial, nilai budaya dan nilai kearifan lokal.
Melestarikan dead monument dan living monument tiap-tiap bagian sejarah dan
budaya yang pernah hidup perlu dilakukan dalam upaya memberikan tapak-tapak
sejarah kepada generasi muda sekaligus memperkaya khazanah budaya sebagai penunjang
Geopark Silokek. Dan tak kalah pentingnya mengembalikan ekosistem di sepanjang Batang Kuantan, yang rusak disebabkan penambangan emas di
sepanjang hulu sungai termasuk anak-anak sungainya ditambah lagi sampah-sampah rumah tangga
yang terbawa hanyut dari seluruh daerah yang dilalui
anak-anak sungainya menumpuk disepanjang aliran Batang Kuantan. Yang membuati habitat air seperti ikan tapa ,kan gariang, ikan
mansai, ikan patin yang menjadi iconnya Batang Kuantan sudah sulit
didapatkan oleh pecandu mancing yang dulu sering datang dari
berbagai daerah bahkan camping di sepanjang aliran sungai.
Batang Kuantan tentu akan tetap mengalir dan
menyaksikan cerita, tapi alirannya akan berbeda sesuai perlakuan dan cerita
kita terhadapnya..
Durian Gadang, 18 November 2022
Yelmi
Yuspita Rasi
Tidak ada komentar
Masukan dan informasinya sangat penting bagi pengembangan situs kita ini...