• Breaking News

    Pencabulan Gadis SMP di Nagari Ketaping, Batang Anai

    Padang Pariaman - Seorang ibu berinisial ZB (55) dari Nagari Katapiang, Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman, Sumatera Barat, berjuang sendirian melawan stigma dan tekanan sosial setelah melaporkan tetangganya, D, ke Polres Padang Pariaman atas dugaan pencabulan terhadap putrinya, RHS (15), yang masih duduk di bangku kelas 8 SMP.

    Menurut keterangan ZB, peristiwa tragis itu bermula ketika D mengajak RHS untuk pergi bersama. RHS yang tidak menaruh curiga menyetujui ajakan itu. D menjemputnya di rumah, lalu membawanya ke salah satu Sekolah Dasar di Batang Anai. Di sanalah, menurut pengakuan korban, D melakukan perbuatan terlarang terhadapnya.

    ZB mengetahui kengerian yang menimpa anaknya dari sebuah percakapan whatsApp yang tidak sengaja terbaca. Ia mulai curiga ketika melihat perubahan perilaku RHS yang kerap bermain ponsel hingga larut malam dan berusaha menghindarinya.

    Setelah mengetahui kenyataan pahit tersebut, ZB berusaha mencari keadilan. Ia mendatangi orang tua D dan wali kampung untuk membahas kasus ini. Namun, yang didapatnya justru kekecewaan. Orang tua D menolak menikahkan putranya dengan RHS dan menawarkan 'damai' dengan imbalan uang sebesar Rp15 juta.

    ZB menolak tawaran tersebut dan melaporkan D ke Polres Padang Pariaman pada Jumat (7/3/25). Laporan ini mengubah segalanya. Orang tua D yang sebelumnya menolak pernikahan tiba-tiba berubah pikiran dan bersedia menikahkan anaknya dengan RHS. Namun kali ini, giliran ZB yang menolak.

    "Saya ingin dia dihukum. Saya tidak akan berdamai," ucapnya mantap.

    Keputusan ini membawa konsekuensi besar bagi ZB. Sejak menolak berdamai, ia merasa dikucilkan oleh masyarakat di kampungnya sendiri. Namun, tekadnya tak goyah.

    Dugaan keterlibatan D ternyata bukan satu-satunya tragedi dalam kasus ini. ZB mengungkapkan bahwa D tidak bertindak sendirian. Ia mengajak beberapa temannya untuk ikut melakukan pelecehan terhadap RHS.

    Akibat kejadian ini, RHS mengalami trauma berat. Ia tidak lagi ingin pergi ke sekolah. Rasa malu dan ketakutan menghantuinya setiap saat. ZB pun hanya bisa berusaha menguatkan anaknya di tengah cobaan yang begitu berat.

    "Saya hanya ingin anak saya mendapatkan keadilan. Saya ingin pelaku dihukum. Saya ingin dia mendapatkan keadilan yang seharusnya," kata ZB, suaranya lirih, tetapi penuh keteguhan.

    Kini, ZB hanya bisa berharap pada penegakan hukum. Ia telah mengambil langkah besar, bukan hanya untuk anaknya, tetapi juga untuk banyak korban lain yang mungkin tidak memiliki keberanian yang sama. Di tengah stigma dan tekanan sosial yang harus dihadapinya, ZB tetap berdiri tegak. Seorang ibu yang tak ingin melihat anaknya menjadi korban tanpa pembelaan. Seorang ibu yang memilih melawan, meskipun harus berjuang sendirian. (*)

    Tidak ada komentar

    Masukan dan informasinya sangat penting bagi pengembangan situs kita ini...

    Pendidikan

    5/pendidikan/feat2