• Breaking News

    Leonardy Peduli, KPU Kab. Solok dan Kepala Daerah Difasilitasi

    Solok - Komite I DPD RI memiliki tugas pengawasan atas pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2019. Makanya pilkada serentak di Sumbar jadi perhatian DPD RI lantaran daerah ini termasuk terlambat menandatangani naskah perjanjian hibah daerah (NPHD).

    Anggota DPD RI, H. Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa, S.IP., MH mengunjungi KPU Kabupaten Solok yang terlambat penandatanganan NPHD-nya. Senator asal Sumbar ini ingin mendalami apakah NPHD berpengaruh terhadap pelaksanaan pilkada serentak.

    "Ini rasa kepedulian saya, karena menghadiri rapat kerja Komite I dengan KPU RI dan Bawaslu RI. Sumbar disebut-sebut sebagai salah satu daerah yang masih ada masalah NPHD-nya. Ini jadi isu nasional yang kurang baik bagi daerah kita. Makanya kesiapan ini yang ingin kita ketahui," ungkap Leonardy.

    Leonardy menceritakan bagaimana KPU RI mengungkapkan hal itu dalam rapat kerja. Lalu, bagaimana dia mengkomunikasikannya dengan Ketua KPU Sumbar Amnasmen SH, dan pejabat di lingkungan Pemprov Sumbar. Hasilnya, cukup menggembirakan.

     Dalam pertemuan dengan KPU Kabupaten Solok, Leonardy mendapati kenyataan bahwa pemerintah daerah menyetujui anggaran bagi penyelenggara pilkada sebesar Rp25 miliar. Sementara KPU butuh dana Rp28 miliar. Dan sebanyak 18 miliar adalah anggaran untuk membayar honor PPK, PPS dan Pantarlih (Ad Hoc).

    Bahkan sampai tiga kali difasilitasi Kemendagri untuk mendapatkan anggaran yang disetujui kedua pihak. Kepada Leonardy, pihak KPU merasa kesulitan melakukan penyesuaian terhadap program dan kegiatan mereka. Akibatnya sosialisasi disederhanakan.

    Terungkap juga bahwa kewajiban pemerintah daerah untuk menyediakan anggaran sebesar Rp350 juta pada tahun 2019 ini, hingga kini belum kunjung dikucurkan. Ini berpotensi memunculkan masalah.

    Apalagi pada tanggal 27 Desember KPU Sumbar harus membuat revisi Kanwil Perbendaharaan Negara. KPU Kab. Solok berharap uang sejumlah Rp350 juta bisa dikucurkan pada tanggal 23 Desember 2019. Jika tidak direvisi akan memunculkan masalah pada pelaporan anggaran pada 2020 nanti.

    Untuk itu pihak KPU diharapkan Leonardy untuk terus membina komunikasi yang baik dengan Pemerintah Kabupaten Solok. Leonardy juga bakal memberikan dorongan agar Bupati memberikan perhatian terhadap hal ini.

    Sebab sepengetahuan pria yang akrab dipanggil Bang Leo ini, baik orangnya. Sewaktu mengkomunikasikan perihal NPHD Kabupaten Solok yang terlambat. Bupati akhirnya memahami dan mau menyetujui NPHD yang awalnya dipatok Rp17 M menjadi sebesar Rp25 miliar.

    Di Solok Selatan, lebih miris lagi. Ada kerja keras dari penyelenggara untuk menyukseskan pilkada serentak. Selain itu penyelenggara seperti dituntut untuk kerja bakti. Sebab jika dibandingkan dengan Kota Solok yang disetujui Rp10 miliar, anggaran KPU Kabupaten Solok Selatan cuma Rp16 miliar jelas belum mencukupi.

    Padahal kondisi daerah jauh lebih berat di Solok Selatan. Bahkan di perbatasan dengan Dharmasraya, ada daerah-daerah yang harus dikunjungi lewat sungai. Biaya transportasi dan distribusi logistik pasti makin mahal.

    "Memang ini perlu kerja keras dan perlu kerja sosial. Semua karena dituntut kondisinya, sudah final lantaran sudah dipatok," ujarnya.

    Leonardy menawarkan, bisa jadi digagas KPU untuk mensinkronkan kegiatan dengan kepolisian. Seperti sosialisasi kepada masyarakat.

    Ir. Gadis M., M.Si menyatakan kedatangan Leonardy merupakan kehormatan tersendiri bagi KPU Kab. Solok. Diakui Gadis, KPU Kab. Solok telah tiga kali dipanggil Kementerian Dalam Negeri. KPU Provinsi Sumbar tetap mensupport agar penganggaran dan pelaksanaan tahapan pilkada serentak tahun 2020 nanti.

    Setelah tarik ulur yang cukup panjang, disepakati anggaran pelaksanaan pilkada serentak di Kab. Solok sebesar Rp25 miliar. Padahal KPU mengajukan sebesar Rp28 miliar , sehingga cukup sulit melakukan penyesuaian hingga mentok di angka Rp25 miliar.

    "Belum ideal untuk pelaksanaan pilkada. Terpaksa sosialisasi disederhanakan. TPS dikurangkan. Begitu juga kegiatan kemasyarakatan lainnya," ujar Gadis.

    Menariknya, setelah anggaran disetujui, hingga kini belum ada dana yang dikucurkan oleh pemerintah daerah. Padahal KPU telah melaksanakan tahapan pilkada sejak 1 Oktober 2019. Dana yang dijanjikan Rp350 juta. "Jika belum dicairkan hingga 23 Desember, maka akan timbul persoalan. Honor Pokja dan kegiatan lainnya hingga 31 Desember pasti terganggu," tegasnya.

    Hanya saja, KPU mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Solok. Ada perhatian terhadap penyelenggara. Santunan kecelakaan ditanggung oleh pemerintah daerah. Alokasinya di luar anggaran Rp25 miliar.

    Ketua KPU Solok Selatan, Nila Puspita memang anggaran pilkada Solok Selatan mentok di angka Rp16 miliar. Terkesan dipaksakan anggarannya pada Angka Rp16 miliar.

    Diakuinya KPU bakal kesulitan dalam sosialisasi, bimtek hingga pendistribusian logistik ke Lubuk ulang Aling. Butuh tiga motor tempek. Sekali jalan menelan biaya Rp3.000.000. Dimintai tolong untuk menggunakan tempek milik Dinas Perhubungan Solok Selatan, belum ada jawaban dari pemkab.

    "Kendati sulit. Kami tetap berupaya menjadikan pemilu badunsanak, dengan partisipasi pemilih yang meningkat," tekadnya.

    Ketua KPU Provinsi Sumbar yang ikut dalam pertemuan itu ikut memberi hantaran dengan menceritakan bagaimana peran Senator Leonardy dalam memfasilitasi NPHD KPU Sumbar. Dia pun menyatakan usulan Leonardy untuk menumpangkan kegiatan atau mensinergikannya kepada pihak terkait lainnya. (*)

    Tidak ada komentar

    Masukan dan informasinya sangat penting bagi pengembangan situs kita ini...

    Pendidikan

    5/pendidikan/feat2