Pemprov Sumbar Dinilai Gagal, Perpanjangan PSBB Tanpa Kajian
Padang (sumbarkini.com) – Pemerintah
Provinsi Sumbar dinilai gagal dalam penerapan kebijakan pembatasan sosial berskala
besar (PSBB) tahap I. Ini diakibatkan tidak adanya kajian terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil sebelum menerapkan PSBB tahap I. Bahkan perpanjangan PSBB hingga 29 Mei 2020 pun
sepertinya bakal tak jauh beda, jika tidak segera dilakukan pembenahan dari berbagai sisi.
Hal itu tegas-tegas dinyatakan oleh Ketua DPRD Sumbar,
Supardi. “Kalau saya menilai, PSBB tahap I itu dalam tanda kutip tidak efektif. Ini ditandai
dengan melonjaknya jumlah orang yang terkena virus covid-19,” ujarnya saat
pengambilan rekaman Dialog Khusus antara Ketua DPRD Sumbar dengan
Radio Padang FM yang dipandu Jadwal Djalal dan kru montage Idris Rambe,Kamis 7 Mei 2020.
Kepada Jadwal Djalal, Supardi menyatakan pemerintah tidak efektif
mengeksekusi kebijakan yang telah dibuat sebelum dilaksanakannya PSBB. Terlihat dengan tidak adanya ketegasan. Lihat saja ketika itu orang ramai di pasar dengan tidak memakai masker, sosialisasi kurang dijalankan, pelaksanaan isolasi mandiri pun amburadul dan lainnya berimbas pada PSBB tahap I.
Bahkan tidak ada punishment
dalam hal ini. Seharusnya, kata Supardi, ketika masyarakat melanggar PSBB
tadi ada resiko yang akan muncul terhadap masyarakat yang melanggar tersebut.
“Saya menyatakan ini karena ingin memastikan segala
sesuatunya itu hendaknya punya target. Harus melalui kajian untuk mendasari suatu kebijakan. Disamping harus memperhatikan pula kebijakan pemerintah pusat. PSBB itu legitimasi untuk mengambil tindakan yang diperlukan guna memutus mata rantai covid-19,” ulasnya.
Dia menilai lonjakan kasus positif covid-19 sangat erat
kaitannya dengan 'tidak efektifnya' kebijakan yang diambil sebelum fase pertama. Bagi yang terkena
covid-19, ada waktu yang cukup lama untuk mengetahui dia kena atau tidak. Ada jeda
14 hari, cukup lama sebenarnya sehingga harus dilakukan tindakan preventif agar
tidak bertambah kasus positifnya.
Harus ada evaluasi yang jelas dan terukur. Hasil evaluasi
ini harus diumumkan, bukan ditelan sendiri. Pendapat stakeholder lain harus didengar agar masyarakat tidak bertanya. Ada dua pertanyaan yang muncul, pertama pernahkan pemerintah mempublikasikan hasil evaluasi
terhadap kebijakan yang diambilnya dan yang kedua kenapa muncul PSBB tahap kedua?
Pasti ada target-target yang tak tercapai pada tahap pertama.
“Pemprov harus publish
hal itu ke masyarakat. Dengan cara ini masyarakat terpacu pula untuk mencapai
target tersebut sehingga tidak ada PSBB tahap ketiga, keempat, bahkan kelima,”
tukuknya.
Menurut Supardi, jika Pemprov memang berniat melaksanakan
PSBB dengan baik, di pos penjagaan di perbatasan bukan hanya sekadar melakukan
penyemprotan dan menembak kening orang-orang yang bakal melintas. Setiap yang masuk dapat diketahui secara
online darimana dia dan kemana tujuannya. Gugus tugas di daerah tujuan bisa tahu
dan langsung menyambut pendatang itu dan melakukan isolasi sebelum berkontak
dengan keluarganya.
“Kalau perlu tiap pos dipasangi CCTV agar gugus tugas dapat
melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab,” ungkap Supardi.
Lebih jauh Supardi juga mengingatkan agar pemerintah,
masyarakat dan pihak terkait lainnya tidak terjebak dengan ungkapan daerah
hijau dan merah dalam penanganan Covid-19 ini. Sebab pemerintah tidak bisa
menyatakan daerah hijau tidak ada pandemik. Bisa saja daerah itu masih hijau
karena belum ada yang terpublikasi positif covid-19.
Dia mencontohkan Padang Panjang yang sebelumnya dinyatakan
daerah hijau. Tapi tiba-tiba lansung naik grafiknya, mencemaskan. Jangan sampai
terjadi lagi di daerah lain yang kini masih dinyatakan hijau. Pemerintah harus awareness, harus tegas terhadap yang
isolasi mandiri dan tidak boleh ada yang masuk Sumbar sama sekali.
“Jadikan semuanya terukur dengan baik dan dipublikasikan
kepada masyarakat. Namun tidak sampai mendatangkan keresahan,” pungkasnya. (tim)
Tidak ada komentar
Masukan dan informasinya sangat penting bagi pengembangan situs kita ini...