HAMDANUS: Kisah Bedeng Tembok Pak Tepong
Hamdanus. ist |
Pessel, sumbarkini.com-Bagi Hamdanus yang baru beranjak remaja, bekerja sebagai buruh di bedeng tembok bukanlah kehendaknya. Tetapi takdir hidup menyuruh untuk ada di tempat tersebut. Bermandi peluh, berletih-letih, telapak tangan sampai berdarah saat mengangkat dan mendorong gerobak pengangkut tembok, adalah bagian yang menyatu dengan cerita di bedeng tembok.
Pemilik bedeng tembok tersebut adalah Pak Tepong. Begitu orang memanggil laki-laki itu. Kualitas produksi tembok di tempat ini termasuk bagus. Sehingga banyak pemesanan dari orang di kampung. Pemasaran tembok Pak Tepong tidak hanya di sekitar wilayah Bungo Pasang, bahkan sampai ke Koto Ranah, saat ini masuk Kecamatan Bayang Utara.
Di tempat inilah Hamdanus bersama dua saudara laki-lakinya berjuang menjalani hidup. Tugas pokok Hamdanus yang diberikan Da Et, sebagai pengelola sekaligus putra pak Tepong, adalah menyusun tembok yang baru dicetak di sepanjang bedeng. Bilamana proses pengeringan tembok telah siap, maka Hamdanus bertugas mengangkut ketempat pembakaran.
Hamdanus bersama masyarakat. ist |
Di lain waktu, terkadang Hamdanus dibawa serta untuk mengantarkan pesanan ke rumah penduduk. Tugasnya, memuat tembok keatas mobil truk dan menurunkan setiba dilokasi konsumen. Untuk tambahan pekerjaan ini, Hamdanus mendapatkan pula upah tambahan.
Profesi sebagai tukang tembok, dijalani Hamdanus sepulang sekolah. Khususnya sejak kelas tiga MTsN Salido. Setelah makan dan mengganti pakaian sekolah, Hamdanus langsung menuju bedeng, sampai sore menjelang. Sepulang berkubang tanah tembok, Hamdanus akan lanjut aktivitas rutin lainnya.
Di sekolah, MTsN Salido, Hamdanus hanya mendapatkan peringkat tujuh. Tradisi sebagai juara satu di SD Kayu Anggang dulu, tak dapat diraihnya. Sebab, di MTSN Salido sudah satu kelas dengan anak-anak dari Kota Painan dan Salido. Disamping itu, kebiasaan Hamdanus yang tidak pernah belajar di rumah sejak di SD dulu, masih bertahan.
Di samping kegiatan sekolah dan bekerja di bedeng tembok Pak Tepong, semenjak kelas 1 MTsN Hamdanus secara rutin berlatih lari marathon bersama Da Af Ojek, seorang atlit lari tingkat provinsi. Hamdanus disiapkan Da Af Ojek sebagai pelari marathon 10 km, binaan PASI Pessel. Lokasi latihan berpindah-pindah, terkadang di GOR Ilyas Ya'qub, di lain waktu di pinggir pantai. Pasir pantai menjadi media latihan untuk pengutan otot kaki.
Setiap latihan dan bertanding, Hamdanus selalu mencapai finish, walau terkadang sampai muntah, adalah aib di depan pelatih berhenti di tengah jalan. Latihan fisik dan mental yang baik ini pula yang kemudian membuat Hamdanus tetap fit dan penuh ketenangan di setiap medan perjuangan.
Di suatu waktu, ketika Hamdanus habis mandi sore, menjelang waktu Magrib datang, ia kadang duduk termenung. Ia membuang kulit tangannya yang mengelupas akibat gesekan tembok dan juga membersihkan sisa tanah yang masih menyelip di kukunya. Hamdanus tidak menyadari ada amak yang memperhatikannya.
“Nak, masih ingat ndak Hamdanus dengan cita-citanya dulu, waktu Apa masih hidup? Kalau Amak masih ingat. Hamdanus mau jadi presiden Painan. Kita mesti tetap bersemangat meraih impian, perjalanan hidup ini akan indah pada waktunya, yang penting harus terus dekat dengan Allah”, Amak menyemangati, waktu itu.
Kata-kata Amak tersebut masih diingat Hamdanus. Walaupun amak pun sudah kembali kehariban Allah. Tetapi kalimat “menjadi presiden Painan” betul-betul terpatri dihatinya. Hal ini pula yang membuatnya bersemangat dan tidak menyisakan keluh kesah menjalani hidup.
Waktu berganti, musim beralih. Hamdanus muda terus bertumbuh. Masa awal remaja di MTsN Salido, akan berlanjut keterminal hidup lainnya. Hamdanus muda tak ubah seperti bunga yang masih kuncup. Suatu saat bunga itu akan mekar bersama waktu.(arr)
Tidak ada komentar
Masukan dan informasinya sangat penting bagi pengembangan situs kita ini...