Komite I DPD RI Awasi Penggunaan Dana Desa untuk Penanganan Covid-19
Padang (sumbarkini.com) - Dana Desa bisa digunakan untuk penanganan Covid-19. Sebanyak 25-35 persen Dana Desa dapat diarahkan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa kepada keluarga miskin di desa. Dana desa juga bisa digunakan untuk membentuk Relawan Desa Lawan Covid-19.
"Walinagari dapat melakukan realokasi anggaran untuk BLT-Dana Desa ini. Namun realokasi ini tentu butuh petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksanaan (juklak) untuk melaksanakan realokasi tersebut," ujar Anggota DPD RI H. Leonardy Harmainy Dt Bandaro Basa, S.IP., MH, usai Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komite I DPD RI, Senin 20 April 2020.
Menurut Leonardy, dalam Pasal 8A ayat (2) Permendes PDTT No. 6 tahun 2020 ditegaskan bahwa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dikategorikan bencana non alam. Covid-19 merupakan kejadian luar biasa yang mengancam dan/atau menimpa masyarakat secara luas.
Di dalam ayat (2) ditegaskan pula penanganan dampak Pandemi Covid-19 sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa BLT-Dana Desa bagi keluarga miskin di desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penggunaan Dana Desa sebesar 25-35 persen itu tentu didapat dengan melakukan realokasi terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagari (APBNagari) 2020. Namun realokasi anggaran mungkin hal baru bagi walinagari. Makanya Juknis dan Juklak berupa peraturan bupati hendaknya sesegera mungkin dikeluarkan.
Jika tidak, Walinagari tentu ragu bahkan takut untuk menggunakan Dana Desa untuk BLT bagi warga miskin yang terdampak Pandemi Covid-19. Walinagari pasti takut dampak hukum penggunaan dana desa yang tak sesuai peraturan yang berlaku.
Apalagi dalam Permendes PDTT Nomor 6 Tahun 2020 pasal 8A ayat (3) menyebutkan penerima BLT-Dana Desa merupakan keluarga yang kehilangan mata pencaharian atau pekerjaan dan belum terdata menerima program keluarga harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BNPT) dan kartu prakerja. Syarat lainnya, mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit menahun atau kronis.
Penyalurannya dilakukan non tunai, selama tiga bulan dan terhutung sejak April 2020. Besaran BLT-Dana Desa per bulannya adalah Rp600.000. Penyaluran akan dimonitor dan dievaluasi oleh Badan permusyawaratan desa, camat dan inspektorat kabupaten/kota.
"Hal ini perlu jadi perhatian bersama. Bupati hendaknya berupaya menjadikan BLT-Dana Desa benar-benar tepat sasaran dan tidak menimbulkan hal-hal yang tidak kita inginkan," ujar Ketua BK DPD RI Periode 2019-2024 itu mengingatkan.
Sedapat mungkin, Bupati segera menyelesaikan Juklak dan Juknis untuk BLT-Dana Desa. Upayakan juga pembentukan tim untuk validasi data agar tidak terjadi tumpang tindih penerima bantuan nantinya. Atau bantuan diterima oleh yang tidak berhak. Bahkan yang terburuk, Walinagari sebagai penanggung jawab BLT-Dana Desa bisa terjerat hukum jika menggunakan dana desa untuk penanganan Covid-19 tanpa payung hukum yang jelas.
Catatan data penting dari tiap pertemuan harus selalu ada. |
Ditambahkan Leonardy, metode perhitungan penetapan jumlah penerima manfaat BLT-Dana Desa mengikuti rumus, untuk desa (nagari di Sumbar) penerima dana desa kurang dari Rp800 juta mengalokasikan dana desanya maksimal 25 persen dari jumlah Dana Desa. Untuk desa penerima dana desa antara Rp800 juta hingga Rp1,2 miliar mengalokasikan maksimal 30 persen dari jumlah dana desa. Sementara yang menerima dana desa di atas Rp1,2 miliar mengalokasikan BLT-Dana Desa maksimal sebesar 35 persen dari jumlah dana desa.
Bahkan untuk desa.yang jumlah keluarga miskin lebih besar dari anggaran yang dialokasikan, dapat menambah alokasi setelah mendapat persetujuan pemerintah kabupaten/kota. "Jadi jelas, persetujuan bupati/walikota sangat penting," pungkasnya.
Perihal belum adanya Juklak dan Juknis ini pun diungkapkan oleh Walinagari Koto Gadang M. Budi Zulfikar. "Walinagari di 82 Nagari di Agam sedang menanti juklak dan juknis berupa peraturan bupati terkait penggunaan dana desa untuk penanganan Pandemi Covid-19 ini," ujarnya.
Bahkan dia telah utarakan hal ini kepada Sekda dan Kepala Dinas DPMN Agam saat rapat teleconference bersama Walinagari se Agam yang difasilitasi camat masing-masing. Pertemuan dilakukan di Kantor Camat.
Dalam rapat peraturan bupati akan segera diterbitkan. Nyatanya hingga kini belum ada. Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagari (APBNagari) Perubahan yang telah disampaikan ke dinas terkait, belum dikembalikan ke kantor Walinagari. Dari dana desa (Dana Nagari Koto Gadang) yang sebesar Rp999 juta, bisa direvisi dan maksimal dana yang bisa dialokasikan untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp300 juta.
Ada saja suasana ceria dalam tiap rapat dengar pendapat. |
"Hingga kini, penanganan Covid-19 ini dilakukan secara swadaya dan ditalangi dulu. Namanya ditalangi, tentu harus dibayar lagi setelah dana cair. Dana desa yang dialokasikan untuk Covid-19 ini belum bisa digunakan," ungkapnya.
Dia berharap hal-hal teknis saat membuat aturan, dipikirkan oleh pemerintah. Penyemprotan, pembatasan orang masuk ke nagari, pembuatan spanduk, pengadaan masker dan hand sanitizer harusnya turut dipikirkan darimana Walinagari memperolehnya. Darimana Walinagari mengupayakan operasional tenaga untuk penanganan dampak Covid-19.
Begitu juga persoalan pengaturan pemberian bantuan jangan seolah-olah jadi beban Walinagari. Data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) dibuat 2014, tentu banyak perubahan datanya. Belum persoalan lain yang menyertai seperti adanya rencana bantuan Rp200.000 dari pemerintah provinsi pun telah ditanyakan masyarakat ke para Walinagari.
Dia mencontohkan, dana penerima yang diusulkan untuk Nagari Koto Gadang berjumlah 531 KK. Tapi yang disetujui kabupaten cuma 145 KK. Penerima BLT dan BNPT 96 KK dari yang seharusnya 104 KK.
"Kami berharap, ada tim khusus dari stakeholder terkait untuk verifikasi data penerima BLT-Dana Desa. Jangan sampai kami para Walinagari bermasalah pula dengan hukum nantinya," ujarnya bermohon. (*)
Tidak ada komentar
Masukan dan informasinya sangat penting bagi pengembangan situs kita ini...