• Breaking News

    Leonardy: Saatnya Bandara Minangkabau Diperluas

    Padang Pariaman - Pertumbuhan ekonomi Sumbar menurut statistik pada Juli,
    terbaik di Sumatera. Wisatawan yang lewat Bandara Internasional Minangkabau (BIM) menjadi penyumbang yang cukup signifikan.

    Menurut data Angkasa Pura II, per Desember 2017 tercatat jumlah penumpang yang melewati BIM 3,9 juta orang. Kepadatan di sana makin terasa saat ada jemaah umrah. Umumnya mereka memanfaatkan selasar bandara. Mereka kumpul di sana, menunggu rombongan dengan duduk berselonjor. Jumlahnya makin besar seiring anggota keluarga yang ikut mengantar dan membawa segenap perlengkapannya.

    "Bandara kadang sudah mirip mall, penuh sesak. Kita sebagai wakil rakyat perlu menghimbau dan mendorong optimalisasi kapasitas bandara, bahkan sudah saatnya bandara itu diperluas," ujar Anggota DPD RI, H. Leonardy Harmainy Dt Bandaro Basa, saat berkunjung ke PT Angkasa Pura II BIM, Kamis (4/1).

    Leonardy menilai sudah saatnya bandara dikembangkan, dibuatkan terminal baru yang sama luasnya dengan terminal bandara saat ini. Terminal baru itu nantinya terhubung lansung dengan skybridge dari stasiun kereta yang bakal segera diresmikan.

    Keberadaan terminal baru itu diharapkan dapat menjawab lonjakan kunjungan wisata ke Sumbar seiring dijadikannya destinasi wisata halal. Ini juga jawaban atas meningkatnya animo masyarakat melaksanakan umrah.

    Malah menurut prakiraan Angkasa Pura II ada 3.000 jemaah umrah per bulan. Peningkatan ini seiring daftar tunggu ibadah haji yang makin panjang, sementara kerinduan ke Mekah semakin membuncah sehingga umrah menjadi alternatifnya. Juga bisa dipicu kebijakan bisa terbang lansung dari Padang ke Jeddah Arab Saudi. 

    Terkait umrah ini, Leonardy memandang perlu sekali dihadirkan ruang tunggu yang khusus bagi jemaah umrah. Di ruang tunggu ini jemaah umrah berkumpul dan beristirahat jelang keberangkatannya. Mereka bisa diantar atau dijemput keluarga dengan leluasa.

    "Kenyamanan di bandara pasti menjadi daya tarik dan cerita tersendiri bagi pengunjung dan pengguna jasa bandara," tegas Leonardy.

    Kapasitas mushalla juga jadi perhatiannya. Begitu juga dengan belum adanya taxy way yang mengakibatkan pesawat harus memutar di runway untuk mencapai tempat yang disediakan bagi maskapai untuk menaikkan/menurunkan penumpangnya (terminal).

    "Taxyway memudahkan pesawat menuju terminalnya. Dengan memutar seperti saat ini pasti sangat merugikan maskapai. Waktu memutar di runway pun pasti mempengaruhi jadwal keberangkatan dan kedatangan pesawat," urai pria yang akrab dipanggil Leo ini.

    Harga tiket Padang-Jakarta atau daerah lainnya lebih tinggi dari Jakarta-Padang bahkan Jakarta-Medan turut diungkapkan Leo.

    Leo yang sukses mengupayakan penambahan panjang runway 250 meter agar bisa didarati pesawat berbadan lebar (Boeing 747-400) di 2009 tersebut menegaskan hal ini baru terasa jika jumlah flight semakin banyak. Flight makin banyak tentu lalu lintas pesawat makin padat. Pesawat yang baru mendarat harus segera meninggalkan kawasan runway.

    Pihak Angkasa Pura juga mengharapkan dorongan Leonardy untuk percepatan proses pembangunan terminal baru dan kawasan khusus untuk jemaah umrah. General Manager Angkasa Pura II BIM Dwi Ananda Wicaksana pun merasakan padatnya bandara saat ada jemaah umrah.

    Dia pun merasa kurang manusiawi saat melihat jemaah berkumpul di selasar bandara. Ada yang terpaksa duduk di lantai setelah merasa suci tempatnya karena baru saja dibersihkan petugas. Dwi Ananda juga melihat ruang tunggu khusus bagi jemaah umrah jadi solusi peningkatan jumlah jemaah umrah dari Sumbar. (z01)

    Tidak ada komentar

    Masukan dan informasinya sangat penting bagi pengembangan situs kita ini...

    Pendidikan

    5/pendidikan/feat2